Langsung ke konten utama

Sebab denganmu adalah waktu.



                Hambar. Memang ada sebuah rasa, tapi tidak bisa dirasa. Seperti halnya dengan kita. Kita ada, tapi tidak dianggap ada. Kau semakin lambat. Lambat dalam segala hal. Semua yang ku sukai tiba – tiba kini kau anggap biasa. Aku juga sangat menyukai pertemuan. Tentu itu membuatku sangat bahagia. Namun kali ini, aku telah terbiasa dengan perasaan yang kau anggap biasa saja. Tentu aku sangat paham sekali, kau tipekal orang yang tak mau ambil pusing. Tapi ada kalanya kau mampu menghargai perasaan bahagia atas kehadiranmu dari orang yang selalu merindukanmu.
Semenjak kala itu aku tau beberapa hal yang sangat berharga untuk aku dapati saat ini. Mungkin sekarang aku telah bisa menaklukan jarak antara kita. Ya. Memang aku sadari dengan sepenuh hati kita memang tak selamanya tetap harus berdua bukan? Ada saatnya kita sibuk dengan dunia kita sendiri. Ada saatnya kita meluangkan waktu berdua dengan senyum merona tulus dari hati. Namun sekarang musuhku bukan lagi jarak, melainkan waktu. Aku tau, kita berbeda. Aku tau, kita tak pernah bisa seperti mereka. Tapi apa kau sadari, justru karena kita beda bukankah kita harus mempunyai cara berbeda untuk memaknai setiap perjumpaan kita? Aku sama sekali tidak bermaksud untuk membandingkan segala hal yang orang lain punya. Sama sekali tidak. Aku bukan tipe orang yang mengambil kesimpulan dalam hal secara fisik. Aku menyayangimu dengan segenap hati. Aku bahkan rela membiarkan rasa rinduku agar kau tidak mengetahui aku disini menginginkan kehadiranmu.
                Aku cuma butuh hal yang bisa membuatku tenang berada disampingmu. Yang bisa membuatku bahagia berada dalam dekapmu. Dan sekarang aku mulai goyah akan keyakinanku padamu. Karna sekarangpun kau seolah – olah menganggapku baik – baik saja tanpa hadirmu. Tentu wajar saja kau berpikiran seperti itu, karna setiap waktu yang kau punya untukku kau berikan kepada orang selain aku. Apa kau pernah tau apa mauku? Apa kau pernah mewujudkan apa yang aku inginkan terhadapmu? Tentu kau tak pernah mau dan tak akan mau tau tentang hal – hal sederhana yang dulu kau pernah berikan untukku. Aku masih ingat betul setiap kali aku melihatmu tersenyum aku bahagia. Aku masih ingat betul waktu – waktu yang pernah kita nikmati bersama. Dan semenjak itu aku menyadari kau telah memberikan hal terindah yang tak pernah bisa terulang lagi, yaitu waktu.
                Namun sekarang kita sudah berbeda. Oh tidak, maksutku bukan kita, tetapi kau. Kau tidak membiarkan aku melukis senyummu lagi. Kau tidak membiarkan aku bahagia karnamu lagi. Dan kau tak membiarkan waktu untuk menjumpai kita lagi. Setiap ada masalah aku merasa hal ini sia – sia. Karna setiap masalah harus diselesaikan dengan perjumpaan bukan?



Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejak Saat Itu

                Sebab segala sesuatu yang telah datang, pasti berakhir dengan kehilangan. Skenario Tuhan menciptakan indahnya arti sebuah pertemuan dan tangisan. Ku renungkan betapa salutnya dengan penikmat kopi yang menikmati kepahitan tanpa sebulir gula. Betapa hebatnya orang – orang yang dengan busuknya tertawa menangisi luka. Membungkus pilunya sendu dengan doa. Doa yang terpanjatkan ditengah sunyinya malam. Berpikir gila menghentikan malam, membunuh cahaya agar orang menghargai bagaimana nikmat sepi dan kegelapan.                 Pembohong besar dengan bahagia itu sederhana. Menemukan arti bahagia tak semudah membalikkan telapak tangan. Bahagia yang sesungguhnya tak akan pergi meninggalkan luka. Tak akan pergi dengan beribu kenangan. Tak akan pergi memberikan rasa pilu teramat dalam. Kejam! Sungguh kejam! Senja yang kini tengge...

Stop Judge Pecandu Narkoba!

Kali ini saya akan menyalurkan pola pikir saya mengenai permasalahan yang cukup besar di Indonesia. Tentu, narkoba sudah tidak asing lagi di telinga. Maraknya pengguna narkoba di Indonesia justru di dominasi oleh remaja dan anak2. Suatu hari dosen saya menceritakan pengalamannya saat masih menjadi penguji praktek sholat di sebuah sekolah menengah. Saat praktek berwudhu, beliau menemui seorang siswi yang seluruh lengannya terdapat luka sayatan yang tak terhitung banyaknya. Ternyata siswi tersebut merupakan pecandu narkoba akut. Dia mengaku telah mengkonsumsi barang haram tersebut saat memasuki kelas 4 SD. Sontak saat mendengar cerita dari dosen saya, saya terkejut. Lha bagaimana baru kelas 4 SD sudah kenal barang haram itu? Lalu bagaimana orang tuanya? Kasus yang dialami siswi tersebut membuat saya penasaran dan disini saya akan menumpahkan segala pola pikir saya mengenai kasus ini. Ternyata siswi tersebut 'terperangkap' dalam lingkungan yang memang narkoba itu su...